Mendengar
nama ini sebelumnya aku merasa asing dan tak mengenal siapakah tokoh ini?,
setelah membaca novel yang bejudul “Api Tauhid” saya tak hanya mengenali tetapi
merasa kagum kepada beliau. Tokoh yang
sangat disiplin menjaga diri dari perbuatan syubhat(belum jelas halal dan
haramnya), sejak kecil hingga tua sangat teguh menjaga pandangan matanya dari
dari segala bentuk yang haram. Tokoh yang sangat penyayang terhadap setiap
makhluk, hingga kepada semut, kecoa, dan tikus sekalipun. Tokoh yang sangat
kokoh memegang agama-Nya, dan sangat teguh memperjuangkan agama dan Tanah
airnya dengan cara-cara yang indah, penuh cinta, dan damai.
Selanjutnya,
tokoh ini memiliki kesabaran yang bisa menjadi tauladan para pejuang kebenaran.
Dua puluh lima tahun hidup dari penjara ke penjara dan pengasingan, namun tetap
bisa menulis dan tetap berada di garda terdepan dalam menegakkan kalimat
Tauhid. Dengan Risalah Nur-nya Said
Nursi terus ‘mengumandangkan adzan’ di seantero penjuru turki, ketika para muadzin
dibungkam tidak boleh adzan.
Badiuzzaman
Said Nursi hidup di zaman kekhalifahan Turki usmani hingga modern, beliau
dilahirkan pada 1877 di Desa Nurs, Provinsi Bitlis, Anatolia Timur dan
meninggal pada 20 maret 1960 di sanliurfa.
Perjuangan
beliau dalam bidang pendidikan sangat mengagumkan. Pada masa-masa awal Said
Nursi muda sudah memperlihatkan kehebatannya dengan menguasai berbagai macam
ilmu. Bahkan ketika berumur 15 tahun, beliau sudah menghafal puluhan kitab
referensi penting dan banyak mengalahkan ilmu yang dimiliki ulama-ulama yang
lebih senior. Ada kegelisahan dalam dirinya bahwa pendidikan saat itu kurang
tepat, karena lebih mengandalkan ilmu-ilmu umum yang lebih sekuler. Itu
diakibatkan oleh silaunya pengambil kebijakan akan budaya eropa, ketika itu.
Maka pada tahun 1910-an, Badiuzzaman
Said Nursi telah mengusulkan sistem pendidikan yang tidak hanya mengajarkan
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum secara dikotomis, tetapi seharusnya ilmu
agama diajarkan pada sekolah-sekolah umum. Demikian pula sebaliknya, pada
sekolah-sekolah umum juga dipelajari ilmu-ilmu agama, tidak hanya itu, bahkan
pendidikan juga harus menyentuh penyucian jiwa dan kehalusan budi (sufisme).
Ia ingin membangun Medresetuz Zahra
yang menggabungkan tiga hal itu, yaitu sekolah modern yang mengajarkan
ilmu-ilmu modern, madrasah yang mengajarkan ilmu syariah, dan zawiyah para sufi
yang membina penyucian jiwa dan kehalusan adab. Atas ide-idenya itu dia
sering berhadapan dengan para penguasa
dan mulai dikucilkan bahkan dipenjarakan.
Dalam
istilah filsafat, Badiuzzaman Said Nursi ingin menegaskan pentingnya ontologi,
epitimologi dan aksiologi. Model pendidikan yang demikian inilah yang telah
terbukti paling tepat untuk diterapkan dalam kegiatan belajar.
Dari bilik-bilik penjara dan dari
pengasingan, Badiuzzaman Said Nursi menulis karyanya selembar demi selembar, untuk
disebarkan secara diam-diam ke seluruh penjuru turki. Karya besarnya itu
kemudian hari dikenal dengan nama Risalah Nur atau Rasa’ilun Nur.
Saya
sangat tersentuh oleh cara dakwah Badiuzzaman
Said Nursi yang sama sekali tidak mau memakai cara kekerasan. Ia
berdakwah dengan kekuatan cinta yang suci. Kekuatan teguh memegang
prinsip-prinsip aturan. Menegakan aturan tidak boleh dengan cara melanggar
aturan. Itu yang harus dihayati generasi muda saat ini.
Saya tersentuh ketika membaca perkataan beliau
saat sebelum perang dunia pertama :
“
Di antara yang paling penting yang telah aku pelajari dan aku dapatkan dari
kehidupan sosial manusia sepanjang hidup adalah bahwa yang paling layak untuk
dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah
permusuhan itu sendiri.”
Oleh
karena itu, dari beberapa novel yang saya baca, baru kali ini saya menemukan
seorang tokoh dalam sebuah novel yang paling menginpirasi dan memberikan banyak
motivasi. Beliau adalah Badiuzzaman Said Nursi.