Sabtu, 28 November 2015

Badiuzzaman Said Nursi



                                          Badiuzzaman Said Nursi    
                    
          Mendengar nama ini sebelumnya aku merasa asing dan tak mengenal siapakah tokoh ini?, setelah membaca novel yang bejudul “Api Tauhid” saya tak hanya mengenali tetapi merasa kagum kepada beliau. Tokoh  yang sangat disiplin menjaga diri dari perbuatan syubhat(belum jelas halal dan haramnya), sejak kecil hingga tua sangat teguh menjaga pandangan matanya dari dari segala bentuk yang haram. Tokoh yang sangat penyayang terhadap setiap makhluk, hingga kepada semut, kecoa, dan tikus sekalipun. Tokoh yang sangat kokoh memegang agama-Nya, dan sangat teguh memperjuangkan agama dan Tanah airnya dengan cara-cara yang indah, penuh cinta, dan damai.
          Selanjutnya, tokoh ini memiliki kesabaran yang bisa menjadi tauladan para pejuang kebenaran. Dua puluh lima tahun hidup dari penjara ke penjara dan pengasingan, namun tetap bisa menulis dan tetap berada di garda terdepan dalam menegakkan kalimat Tauhid. Dengan  Risalah Nur-nya Said Nursi terus ‘mengumandangkan adzan’ di seantero penjuru turki, ketika para muadzin dibungkam tidak boleh adzan.
          Badiuzzaman Said Nursi hidup di zaman kekhalifahan Turki usmani hingga modern, beliau dilahirkan pada 1877 di Desa Nurs, Provinsi Bitlis, Anatolia Timur dan meninggal pada 20 maret 1960 di sanliurfa.
          Perjuangan beliau dalam bidang pendidikan sangat mengagumkan. Pada masa-masa awal Said Nursi muda sudah memperlihatkan kehebatannya dengan menguasai berbagai macam ilmu. Bahkan ketika berumur 15 tahun, beliau sudah menghafal puluhan kitab referensi penting dan banyak mengalahkan ilmu yang dimiliki ulama-ulama yang lebih senior. Ada kegelisahan dalam dirinya bahwa pendidikan saat itu kurang tepat, karena lebih mengandalkan ilmu-ilmu umum yang lebih sekuler. Itu diakibatkan oleh silaunya pengambil kebijakan akan budaya eropa, ketika itu.
          Maka pada tahun 1910-an, Badiuzzaman Said Nursi telah mengusulkan sistem pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum secara dikotomis, tetapi seharusnya ilmu agama diajarkan pada sekolah-sekolah umum. Demikian pula sebaliknya, pada sekolah-sekolah umum juga dipelajari ilmu-ilmu agama, tidak hanya itu, bahkan pendidikan juga harus menyentuh penyucian jiwa dan kehalusan budi (sufisme).
          Ia ingin membangun Medresetuz Zahra yang menggabungkan tiga hal itu, yaitu sekolah modern yang mengajarkan ilmu-ilmu modern, madrasah yang mengajarkan ilmu syariah, dan zawiyah para sufi yang membina penyucian jiwa dan kehalusan adab. Atas ide-idenya itu dia sering  berhadapan dengan para penguasa dan mulai dikucilkan bahkan dipenjarakan.
          Dalam istilah filsafat, Badiuzzaman Said Nursi ingin menegaskan pentingnya ontologi, epitimologi dan aksiologi. Model pendidikan yang demikian inilah yang telah terbukti paling tepat untuk diterapkan dalam kegiatan belajar.
          Dari bilik-bilik penjara dan dari pengasingan, Badiuzzaman Said Nursi menulis karyanya selembar demi selembar, untuk disebarkan secara diam-diam ke seluruh penjuru turki. Karya besarnya itu kemudian hari dikenal dengan nama Risalah Nur atau Rasa’ilun Nur.
          Saya sangat tersentuh oleh cara dakwah Badiuzzaman  Said Nursi yang sama sekali tidak mau memakai cara kekerasan. Ia berdakwah dengan kekuatan cinta yang suci. Kekuatan teguh memegang prinsip-prinsip aturan. Menegakan aturan tidak boleh dengan cara melanggar aturan. Itu yang harus dihayati generasi muda saat ini.
 Saya tersentuh ketika membaca perkataan beliau saat sebelum perang dunia pertama :
“ Di antara yang paling penting yang telah aku pelajari dan aku dapatkan dari kehidupan sosial manusia sepanjang hidup adalah bahwa yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri.”
          Oleh karena itu, dari beberapa novel yang saya baca, baru kali ini saya menemukan seorang tokoh dalam sebuah novel yang paling menginpirasi dan memberikan banyak motivasi. Beliau adalah Badiuzzaman Said Nursi.
         

Minggu, 02 Agustus 2015

Gunung Kelud dan segala keindahannya





Setelah menghadapi rutinitas yang sangat padat, kami berlibur ke wisata gunung kelud di Kediri jawa timur. Aku teringat dengan letusan gunung kelud 2 tahun lalu yang abunya sampai ke Cirebon, hal inilah yang membuatku penasaran dengan gunung yang satu ini.
         1 jam lebih  berkendara dari pare menuju  lokasi gunung kelud, akhirnya kami sampai di pintu masuk tempat ini, 3 km lagi kita akan sampai menuju gunung. Di perjalanan kami melewati jalan menanjak berkelok-kelok membuat kami bergetar, tapi kegelisahan itu sirna dengan pemandangan yang sangat asri dari perkebunan nanas.
        Sesampainya di tempat parkir kendaraan, kita bisa menemukan para pedangan yang menjajakan jagung bakar, nasi soto, dan banyak lagi. Selain itu, para tukang ojeg sudah bersiap mengantarkan kita ke puncak gunung. Tapi, biar lebih terasa kami memutuskan untuk berjalan kaki. Waw amazing scenery of Mount Kelud. mulailah kami merasa kedinginan, Alhamdulillah aku membawa jaket.
        Sekitar 30 menit kami mendaki hampir  berada pada puncak gunung, mungkin awalnya jalan masih bagus, tapi akibat dari erupsi gunung ini mengakibatkan sebagian badan jalan mengalami longsor. Semangat kita pasti  bisa. Alhamdulillah dari atas puncak kami bisa melihat pemandangan yang sangat indah.

Jumat, 31 Juli 2015

Wisata Edukasi ke Areal Makam Bung Karno





Akhirnya aku bisa memenuhi harapanku selama ini, yaitu mengunjungi Areal makam bung karno yang penuh dengan nilai-nilai sejarah dan semangat kebangsaan.
        Aku sangat ingat bagaimana penjelasan sosok bung karno yang begitu besar jasanya terhadap bangsa ini, Saat itu dijelaskan oleh Ibu Yuyun Yunani  ketika aku kelas 5 SD.  Setelah itu aku sangat tertarik mempelajari sejarah, terlebih para sosok teladan Indonesia.
        Sebelum memasuki gerbang utama, tepat di sepanjang jalan kita akan menemukan berbagai macam oleh-oleh khas blitar, seperti pernak-pernik, baju, dan makanan khas blitar.

        Setelah memasuki gerbang utama, ada petugas jaga yang sudah siap menyambut para pengunjung dengan sangat ramah, sambil kita mengisi buku pengunjung.

        Di sebelah barat kita bisa menjumpai ada sebuah gong yang sangat besar, namanya adalah ‘Gong Perdamaian’, yang menandakan perdamaian antar Negara di seluruh dunia. Lalu, di sebelah utara kita bisa berziarah ke Makam bung karno yang berada di areal pendopo, yang bersebelahan dengan sebuah Mushola yang sangat  tertata rapi.

        Kemudian, ke sebelah selatan kita bisa mengunjungi 2 tempat sekaligus, yaitu Perpustakaan dan Museum bung karno. Di perpustakaan kita bisa membaca berbagai macam buku, mulai dari buku bahasa, sejarah dan lain sebagainya. Tak kalah dengan perpustakaan, museum juga menyimpan banyak peninggalan bersejarah, seperti senjata saat perang, jas yang beliau gunakan saat di penjara, dan yang tak dapat dilupan adalah  bendera sang saka merah putih yang pertama kali dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang di jahit oleh ibu Negara fatmawati. Terlebih, saya terharu ketika membaca keterangannya bahwa saat pembuatan bendera, beliau mengambil warna merah dari kain kembennya, sedang warna putih dari mukenanya. Sungguh perjuangan para pahlawan yang patut diteladani oleh kita semua selaku generasi penerus bangsa ini. Oleh karena itu, mari kenali dan cintai sejarah Indonesia.